Musik Indonesia di tahun 1950-an tidak pernah kalah dengan musik barat di masanya. Bak musik pada film-film hitam putih Hollywood lama, suara Sam Saimun menyanyikan Di Wajahmu Kulihat Bulan membuka narasi konser Linimasa 35 Tahun Paragita.
Paragita adalah sebuah kelompok paduan suara dari Universitas Indonesia. Nama Paragita yang berarti suara yang megah diberikan oleh Rektor Universitas Indonesia saat itu Nugroho Notosusanto. Untuk merayakan perjalanannya sebagai kelompok kor yang eksis selama tiga dekade, Paragita menyelenggarakan konser Linimasa. Konser tersebut digelar di Teater Besar Taman Ismail Marzuki pada Minggu, 18 Agustus 2019 dan menampilkan soprano Aning Katamsi, Tety Manurung, Choky Simanjuntak hingga kelompok vokal SodaPop!
Diklaim sebagai salah satu konser paduan suara terbesar, ada lebih dari 200 orang penyanyi yang berasal dari 35 angkatan mulai dari angkatan 1983 hingga 2018 terlibat dalam pentas ini. Setidaknya ada lebih dari 50 lagu yang diaransemen ulang lewat medley, atau bahkan mash-up menjadi sebuah perjalanan kronik musik. Selama 3 jam lebih, konser ini menyajikan penghormatan bagi karya musik Indonesia dalam gaya musical revue Broadway yang cukup langka digelar di Indonesia.
Seperti mesin waktu, konser ini membawakan musik terbaik dari era tahun 1950an karya Ismail Marzuki, Mochtar Embut, hingga era Koes Plus dan God Bless. Musik-musik yang lahir dari ajang kompetisi musik Indonesia dimasa lalu seperti Bintang Radio dan Televisi Repubik Indonesia, Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, Festival Lagu Populer Indonesia, hingga tren band, boyband, girlband, musik pop, hingga EDM maupun dangdut koplo di era sekarang dibawakan dalam konser ini.
Di paruh pertama pertunjukan, penonton diajak untuk kembali bernyanyi sambil bernostalgia melalui lagu Kisah Sedih di Hari Minggu, Panggung Sandiwara, Lilin-Lilin Kecil, Burung Camar, sampai Sayang, Terajana, dan Boneka India. Sedangkan pada paruh kedua diisi oleh Alunan Tembang Nusantara (medley dari sejumlah modern pop folksong sejumlah daerah Indonesia) dan musik-musik modern dari boyband dan girlband, hingga lagu-lagu dari Tulus, Isyana Sarasvati, dan Yura Yunita.
Pertunjukan ditutup dengan penghormatan khusus kepada musik dari Guruh Soekarnoputra yang nasionalis dan optimistik. Mulai dari medley Zamrud Khatulistiwa – Mahadaya Cinta hingga mash up Indonesia Jiwaku – Melati Suci sukses dibawakan secara grande.
Saat ini PSM UI Paragita dibawah naungan tim pelatih yang dipimpin oleh Aning Katamsi. Setiap tahunnya PSM UI Paragita menggelar konser secara rutin. Tak hanya itu, PSM UI Paragita juga kerap berkolaborasi dengan beragam musisi seperti Schola Cantorum Choir of Oxford, Rundfunkchor Berlin atau Paduan Suara Radio Berlin yang sukses meraih dua Grammy Awards, The Radcliffe Choral Society of Harvard University, Twilite Orchestra, Nusantara Symphony Orchestra dan lain sebagainya. (WHY) Foto: Dok. Dewi/Toto/Linimasa