Dark Mode Light Mode
Dark Mode Light Mode

5 Karya Perupa Tanah Air di Pameran “Present Continuous” Museum MACAN

Karya yang dipamerkan ini merupakan ekspresi seniman terhadap situasi pandemi dan perubahan sosial budaya di ranah lokal

Empat seniman dan dua kolektif seni dari berbagai daerah menghadirkan lima karya dalam pameran “Present Continuous/ Sekarang Seterusnya” di Museum MACAN. Para perupa dan kolektif seni yang terlibat dalam pameran ini antara lain Kolektif Udeido (Jayapura), Arifa Safura dan DJ Rencong (Banda Aceh), Muhlis Lugis (Makassar), Mira Rizki (Bandung), dan Unit Pelaksana Terrakota Daerah (UPTD) Majalengka.
 
Kelima karya tersebut menuangkan gagasan para perupa tentang pandemi dan berbagai perubahan sosial-budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Eksplorasi memori, bunyi, bahkan mitologi lokal yang mereka lakukan pun dihadirkan ke ruang pamer dalam sederet karya yang tak sekadar estetis secara visual tetapi juga sarat makna.
 

1. “Transformative Koreri” – Kolektif Udeido (Jayapura)

“Transformative Koreri” karya Kolektif Udeido (Jayapura)

Kolektif Udeido didirikan tahun 2018 lalu oleh Dicky Takndare dan rekan-rekannya dari berbagai daerah di Papua. Tujuannya adalah untuk menggiatkan eksplorasi seni perupa muda di tanah Papua agar mengangkat beragam fenomena sosial budaya di sana. Kolektif Udeido diseleksi oleh ko-kurator Jogja Biennale, Elia Nurvista, yang juga berpartisipasi dalam proyek “Present Continuous/ Sekarang Seterusnya” inisiatif Museum MACAN ini.
 
Instalasi dan mural Udeido di pameran ini masih berkaitan dengan karya mereka sebelumnya di Jogja Biennale, yakni tentang koreri, yang dalam bahasa Biak berarti mengganti kulit. Dalam arti yang lebih luas, koreri juga diartikan sebagai ‘pembaruan,’ yang dihadirkan lewat penggambaran mural memorial serta totem-totem. lewat karyanya ini, Udeido membawa pesan tentang harapan pembaruan di tanah Papua yang lebih damai, Makmur, dan tenang.
 
 

 

2. “Dancing Shadow” – Arifa Safura dan DJ Rencong (Banda Aceh)

“Dancing Shadow” – Arifa Safura dan DJ Rencong (Banda Aceh)

Karya instalasi kolaborasi dua seniman Aceh ini berjudul “Dancing Shadow,” berupa sepasang patung yang dibuat dari dua buah televisi tabung. Di tiap layar televisi yang telah dimodifikasi, Arifa menghadirkan panel lukisan interaktif yang dapat diputar oleh pengunjung. Panel-panel berputar tersebut menampilkan gambar-gambar yang mewakili kekerasan yang dialami perempuan, serta inskripsi kutihieng—mantra pirbakala dari era pra-islam di Banda Aceh, yang tertulis dalam aksara Jawi dan bahasa Melayu.
 
Ruang pamer karya ini juga diisi dengan komposisi bunyi-bunyian karya DJ Rencong yang bernuansa hiphop, berpadu dengan elemen timur tengah dan Melayu. Komposisi bunyi ini merupakan gabungan suara dari berbagai klip film, rekaman piringan hitam, serta rekaman percakapan.  
 

Advertisement

 

3. “Rebak Raung Warga” – Mira Rizky (Bandung)

“Rebak Raung Warga” – Mira Rizky (Bandung)

Mira Rizky menghadirkan karya instalasi menarik dalam pameran ini, berupa sederet tiang dengan kabel yang menyerupai jejaring listrik di pemukiman penduduk. Bunyi-bunyian mengisi ruang pamer karyanya ini, seolah mengajak pengunjungnya untuk masuk ke pemukiman warga di Kecamatan Regol, Bandung di tengah pandemi. Suara sirine ambulans atau pengumuman orang meninggal, misalnya, menimbulkan kecemasan di tengah masyarakat, sesuatu yang begitu umum terjadi selama pandemic berlangsung.
 
Dalam karyanya ini Mira juga mengangkat konsep gated community, atau masyarakat berpagar, yang dulu mengacu pada sekelompok orang yang tinggal di kompleks perumahan dengan bangunan-bangunannya yang berpagar. Konsep gated community yang terkesan eksklusif ini pun menurut sang seniman mengalami pergeseran di kala pandemi. Ini karena masyarakat yang tinggal di perkampungan pun mulai ‘memagari’ akses masuk ke pemukiman mereka, yang menjadi jalan alternatif bagi banyak pengendara motor akibat pengalihan jalur dari jalan utama di kota Bandung.
 
 

 

4. Lukisan cukil kayu Sanglang Serri – Muhlis Lugis (Makassar)

Lukisan cukil kayu Sanglang Serri – Muhlis Lugis (Makassar)

Muhlis Lugis dikurasi oleh kurator, penulis, dan arsiparis Anwar Jimpe Rachman, yang juga menjabat sebagai direktur Makassar Biennale sejak tahun 2017. Perupa asal Makassar ini memamerkan empat panel lukisan cukil kayu, yang terinspirasi dari sosok Sanglang Serri (Dewi Padi) dalam epos Bugis I La Galigo.
 
Sang seniman merefleksikan perubahan aspek budaya an dan cara hidup di Sulawesi Selatan, khususnya tentang praktik budidaya pangan yang berkaitan dengan padi. Di salah satu lukisannya yang berjudul “menghibur Sanglang Serri,” misalnya, Muhlis menceritakan tentang ritual Mappadendang yang dilakukan masyarakat Bugis setelah panen padi. Ritual ini dilakukan sebagai ras syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan panen. Pemukulan alu dan lesung yang berirama di ritual tersebut diyakini dapat menyenangkan hati sang Dewi Padi, sekaligus membawa doa agar panen bisa melimpah lagi di masa depan.
 

 

5. 9 Naga Jebor – UPTD Majalengka

"9 Naga Jebor" yang terdiri dari variasi produk terakota di Jatiwangi, Majalengka

Di karya kelima dalam pameran “Present Continuous/ Sekarang Seterusnya” di Museum MACAN ini, hadir produk terakota dari sembilan pabrik terakota di Jatiwangi, Majalengka. Produk pabrik terakota—serta instalasi tungku dan hiasan tanah liat—yang dipamerkan ini menyampaikan gagasan mengenai peradaban baru tanah liat.
 
Jatiwangi berupaya melakukan inovasi pemuliaan tanah liat, dan membangkitkan kembali kesadaran akan tanah liat yang merupakan kekhasan kota ini. Salah satunya adalah melalui aktivitas kesenian dan proyek Kota Terakota. Unit Pelaksana Terrakota Daerah (UPTD) merupakan satu dari ragam komunitas yang mendukung gerak dan pertumbuhan Kota Terrakota tersebut dengan menjembatani berbagai kepentingan warga masyarakat, komunitas, pengusaha, serta pemangku kepentingan lainnya, termasuk menghadirkan karya perajin di sana dalam pameran ini.
 
 
Museum MACAN juga memberlakukan aturan cashless, sehingga pengunjung perlu membeli tiket secara online terlebih dahulu. Tiket dapat dipesan di situs resmi www.museummacan.org atau mitra tiket daring (Traveloka, Tiket.com, Go-Tix dan Klook), dan sangat disarankan bagi pengunjung untuk mempersingkat proses masuk ke area museum. (UP) Foto: Museum MACAN.

 

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/cjJPB7qt1v0" title="YouTube video player" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture" allowfullscreen></iframe>

 
 

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Ekstrak Buah Dalam Skincare Sebagai Formula Anti Aging

Next Post

Ruteng, Kota Transit Di Manggarai Yang Teduh

Advertisement

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.