Dark Mode Light Mode
Dark Mode Light Mode
Revenge Bedtime Procrastination: Balas Dendam Waktu Me Time
Memahami Dua Sisi Thrifting, Belanja Barang Bekas Pakai Termasuk Pakaian Dan Aksesori
Dunia Monogram yang Berjaya dan Tak Lekang oleh Waktu

Memahami Dua Sisi Thrifting, Belanja Barang Bekas Pakai Termasuk Pakaian Dan Aksesori

Bagai pedang bermata dua, thrifting juga punya sisi positif dan negatifnya sendiri.

Belanja pakaian bekas bagi sebagian orang mungkin bukan sebuah pilihan. Sementara itu bagi sebagian orang lainnya, thrifting atau membeli barang dalam kondisi bekas yang masih layak pakai dan berdaya guna, justru menjadi kegemaran tersendiri. Thrifting dianggap lebih ramah lingkungan karena memperpanjang masa pakai suatu benda, tetapi risiko masalah kesehatan dan penipuan pun kerap menghantui cara belanja yang satu ini. 

Lebih hemat

Dari asal katanya saja, thrifting berarti penghematan. Secara praktis, thrifting memang membuat kita mengeluarkan uang lebih sedikit dibanding belanja barang yang benar-benar baru. Meski demikian, ada baiknya kita pertimbangkan betul barang apa saja yang sebaiknya bisa dibeli bekas, dan menghitung kembali perbandingannya dengan barang baru. Pakaian, buku, kendaraan, alat musik dan olahraga adalah beberapa hal yang tepat dibeli dalam kondisi bekas, asal masih dalam kondisi yang terawat.

Barang unik berkualitas

Salah satu keuntungan thrifting adalah kita bisa mendapatkan barang unik yang sudah langka di pasaran barang baru, yang masih dalam kondisi layak pakai. Kebanyakan barang yang diburu tentu adalah pakaian atau aksesori bermerek. Penggemar thrifting biasanya pergi ke Pasar Senen atau Pasar Baru di Jakarta, serta Gedebage di Bandung. Saat ini bahkan sudah ada platform khusus untuk online thrifting seperti Tinkerlust atau Hunt-Street, yang menjadi wadah para penggemar thrifting barang branded berkualitas baik.

Advertisement

 

Ramah lingkungan

Fashion berada di urutan kedua industri yang paling menyebabkan polusi setelah perminyakan. Mengutip Ecofriendly Habits, setiap tahunnya industri fashion global ‘menyumbang’ sekitar 92 juta ton limbah yang menimbulkan polusi tanah, air di berbagai tempat di dunia. Sampah fashion bekas pakai dan pakaian yang tak laku dijual bahkan sampai menggunung di Gurun Atacama, Chile, karena tak ada pihak yang bertanggung jawab membersihkan limbah tersebut. Membeli pakaian bekas berarti memperpanjang usia pakaian dan tak membuatnya langsung berakhir di pembuangan.

Thrifting tak selalu lebih baik

Meski dianggap lebih ramah lingkungan karena memperpanjang masa pakai suatu barang, thrifting tidak selamanya lebih baik dibanding belanja barang baru. Apalagi jika Anda terlalu sering thrifting hingga akhirnya hanya menumpuk pakaian yang tak kunjung dipakai, atau hanya 1-2 kali saja dipakai. Pada akhirnya prinsip ramah lingkungan untuk menggunakan dan membeli lebih sedikit pun jadi kabur pada praktik seperti ini.

 

Defect dan risiko barang palsu

Sisi lain thrifting yang perlu dipertimbangkan yakni adanya defect atau kerusakan, serta risiko barang palsu. Untuk perkara defect sebaiknya dipastikan pada penjual dulu jika Anda melakukan thrifting secara online, apalagi jika deskripsi barang tidak menyebut adanya defect sama sekali. Sementara soal risiko barang palsu, ada baiknya Anda sudah mengenal dengan baik ciri khas brand incaran Anda hingga ke detail kecil yang menandai keasliannya. Membeli setelah melihat dan memegangnya secara langsung juga disarankan, mengingat foto yang diiklankan penjual—apalagi yang tidak terpercaya—bisa berbeda dengan barang yang dikirimkan.

Risiko penipuan

Selain berisiko membeli barang palsu, risiko penipuan pun juga membayangi cara belanja satu ini. Apalagi jika thrifting dilakukan secara online lewat media sosial atau di luar sistem marketplace yang biasanya memberikan jaminan pengembalian dana. Banyak orang tak bertanggung jawab yang tak benar-benar menjual baju atau aksesori branded, sementara penggemar thrifting yang sudah tak sabar pun menjadi tak hati-hati dan jadi korban penipuan. Pastikan untuk thrifting hanya di tempat terpercaya, baik dari segi kualitas maupun profesionalitas.
 

Isu kelas
Meski kelihatannya sepele, tren thrifting yang digemari oleh berbagai kalangan ini pun menuai kritik. Ada anggapan bahwa pemilik modal—yang memiliki kemampuan memborong barang bekas lalu menjualnya kembali dengan harga lebih mahal—dinilai tidak etis. Tentu harga yang lebih mahal ini diimbangi dengan variasi pakaian dan aksesori yang lebih terkurasi, sehingga konsumen pakaian bekas pakai ini bisa mendapatkan barang dalam kondisi yang benar-benar layak pakai serta dalam kondisi bersih. Meski demikian, di era digital yang serba ada ini, pada akhirnya pilihan kembali lagi ke tangan konsumen: memilih harga terjangkau tapi harus hunting sendiri di thrift market favorit, atau ‘terima jadi’ saja dengan thrifting di platform digital terpercaya dengan harga lebih mahal? (UP) Foto: Unsplash
 

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/cjJPB7qt1v0" title="YouTube video player" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture" allowfullscreen></iframe>
 
Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Revenge Bedtime Procrastination: Balas Dendam Waktu Me Time

Next Post

Dunia Monogram yang Berjaya dan Tak Lekang oleh Waktu

Advertisement

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.