Dark Mode Light Mode
Dark Mode Light Mode

Ubud Art Ground: Ruang Baru untuk Warisan yang Bergerak

Pameran perdana Ubud Art Ground mengeksplorasi bagaimana tradisi bisa ditafsir ulang di tengah dunia yang terus bergerak.

Ada hal-hal yang diwariskan bukan untuk disimpan, tapi untuk diolah ulang, dirasakan kembali, dan dibawa menuju masa depan. Itulah semangat di balik peluncuran Ubud Art Ground (UAG), sebuah ruang seni dan budaya baru di jantung Kedewatan, Ubud.

Hadir di atas tanah seluas 5.000 m² di Gudang Kayu, Batu Kurung Estate, UAG menggelar pameran perdananya yang bertajuk “Parallels: Legacies in Flux”. Pameran ini tidak hanya mengajak kita melihat karya, tapi juga melihat titik temu antara masa lalu dan masa kini, antara warisan dan penemuan ulang.

Ragam Karya, Satu Ruang Temu

Ada 70 seniman dari Bali dan Tiongkok di pameran ini, yang dikuratori oleh Farah Wardani (Indonesia) dan Prof. Qiu Ting (Tiongkok). Bersama-sama, para seniman menafsirkan kembali seni rupa tradisional dengan lensa zaman ini.

Advertisement

“Dasar pemikiran kami adalah bahwa tradisi Tiongkok dan tradisi Bali sama-sama masih sangat melekat (embedded) dalam masyarakatnya,” jelas Farah. “Artinya, tradisi-tradisi ini dipraktikkan sehari-hari, dan hal ini tercermin jelas dalam seni rupa mereka. Meskipun keduanya adalah dua budaya yang berbeda, titik inilah yang kami jadikan semacam 'titik temu' atau common ground, alasan utama di balik penggunaan kata 'paralel'.”

Warisan yang Bergerak

Pameran ini membagi ruang ke dalam lima pendekatan kuratorial dari sisi Bali: mulai dari instalasi luar ruang maestro I Made Djirna, karya-karya lintas generasi, hingga tafsir tradisi gaya lukis Kamasan dari perupa muda. Di sini kita melihat bagaimana warisan bukan sesuatu yang beku, melainkan cair, berdenyut, dan berubah.

Sementara itu, para seniman dari CAFA (Central Academy of Fine Arts) mengeksplorasi teknik guohua dalam medium dan cerita yang lebih kontemporer. Guohua yaitu gaya lukis Tiongkok tradisional yang menggunakan kuas, tinta, dan cat air di atas kertas atau sutra. Eksplorasi kekinian ini membangun jembatan antartradisi Asia Timur yang sama-sama kaya, namun terus bergerak.

***

Pameran ini terasa seperti napas panjang dari sejarah yang belum selesai ditulis. Setiap karya, entah yang megah maupun subtil, menjadi fragmen dari dialog lintas waktu. Ada percakapan yang pelan tapi dalam, antara rupa-rupa yang lahir dari kesunyian studio dan gemuruh zaman.

Seperti yang dikatakan oleh para kurator dan penggagasnya, UAG hadir untuk menumbuhkan keberanian berekspresi tanpa meninggalkan akar. Dan mungkin, di dunia yang serba cepat ini, keberanian terbesar adalah menyempatkan diri untuk menyimak: bagaimana warisan hidup di dalam kita, dan bagaimana kita bisa hidup lebih sadar di dalamnya.

“Parallels: Legacies in Flux”. berlangsung mulai 11 Juli – 10 Agustus 2025 di Gudang Kayu, Batu Kurung Estate.
 
Teks: Mardyana Ulva
Foto: dok. Ubud Art Ground
 

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

IZIPIZI #CRUSH: Statement Baru untuk Tampilan Ekspresif

Next Post

Menafsir Seni Menggunakan Pendekatan Sensoris Bersama Nindityo Adipurnomo

Advertisement

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.